Industri
film dewasa di jepang merupakan tempat bagi beberapa fetish yang cukup unik.
Dari pencampuran genre BDSM ekstrim, permainan peran hingga memperkenalkan
dunia ke kategori yang tidak pernah terdengar sebelumnya seperti tentakel. Pornografi Jepang itu sangat unik semua tersedia disana dari mulai hal yang umum sampai sesuatu yang diluar nalar.
Tetapi jika anda pernah menonton video yang diproduksi oleh industri AV resmi (legal) di negara tersebut, anda akan tahu bahwa ketika masuk pada
adegan 'inti' akan anda temui gambar blur dibagian kemaluan (pixelated).
Mengapa Gambar Film Dewasa Jepang Disensor
Genitalia
dalam porno Jepang hanya terlihat dalam 8-bit. Meskipun bagi sebagian orang
tampaknya mengaburkan kemaluan si aktor justru mengaburkan tujuan pornografi. Jadi
apa sebenarnya penyebabnya, well.. coba simak apa saja yang melatar belakanginya...
Pornografi Jepang dan sistem hukum
Menurut
Pasal 175 KUHP Jepang, adalah ilegal untuk berbagi "bahan tidak
senonoh". Meskipun demikian, para pelaku dan artis Jepang yang berkecimpung dalam industri film dewasa telah menemukan cara untuk
menghindari hal ini. Mereka hanya memburamkan pada bagian genitalnya. Mungkin terkesan lucu bagi orang-orang di luar negara tersebut mengingat besarnya industri film dewasa disana, tetapi sensor digital yang ditempatkan
dengan tepat adalah keharusan jika sebuah rumah pembuatan film dewasa tidak mau berurusan dengan hukum.
Pada tahun
2004, untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, Pasal 175 digunakan untuk menjerat
Suwa Yuuji, pencipta manga Missitsu atau Ruang Madu. Yuuji dihukum karena
mendistribusikan materi “tidak senonoh dan eksplisit” melalui karya seninya. Dia
awalnya didenda 500.000 yen dan terhindar dari hukuman penjara setelah mengaku
bersalah atas dakwaan yang dikenakan kepadanya. Tetapi dia tidak bisa terima dengan sistem hukum yang menurutnya tidak berpihak pada pelaku seni. Dia membawa kasusnya ke pengadilan tertinggi di
Jepang, dengan alasan bahwa Missitsu tidak terlalu gamblang dalam
penggambarannya seperti banyak materi lain yang dapat diakses secara bebas di
internet. Namun, Mahkamah Agung Jepang tidak menerima argumennya dan
menyatakan bahwa Yuuji bersalah dan melipatgandakan denda menjadi 1,5 juta yen.
Meskipun tidak
ada kasus besar setelah kasus Yuuji akan tetapi artis, penerbit, dan lainnya yang
memproduksi dan mendistribusikan materi pornografi telah waspada dengan membuat semacam
sensor sendiri untuk menghindari masalah dengan hukum.
Akar Budaya Pornografi Jepang
Meskipun
sebagian besar benar bahwa undang-undang suatu negara mencerminkan
moralitasnya, seseorang harus memahami bahwa moralitas itu sendiri dapat
berubah. Terlepas dari kebijakan Jepang tentang pornografi pixel, Jepang jauh
lebih progresif dalam sikapnya terhadap seks sebelum disentuh oleh pengaruh
Barat pada abad ke-19.
Dengan
kedatangan orang-orang Barat di negara kepulauan itu, yang awalnya tertutup dari dunia luar pada saat itu akhirnya berubah. Ketika moralitas Barat
berakar atas masyarakat Jepang, pemerintah mulai melarang praktik-praktik
tradisional Jepang yang sangat normal bagi orang disana, tetapi tampak tidak
berbudaya atau aneh bagi orang asing. Semua ini untuk menunjukkan bahwa Jepang adalah masyarakat yang sama
beradabnya dengan mereka.
Salah satu
praktik yang menghadapi kemarahan hukum baru ini adalah shunga, atau erotika tradisional
Jepang. Meskipun pernah dianggap hanya sebagai genre seni dengan dimensi yang
berbeda, shunga secara resmi dilarang oleh Shogun, atau kediktatoran militer
Jepang, pada 1722. Namun mereka yang beranggapan hukum itu merupakan penumpasan terhadap bentuk seni dan mereka yang terlibat dalam praktik itu melawan. Mereka enggan menerima sesuatu yang menurut
mereka mencerminkan kekuatan Barat.
Shunga diproduksi oleh seniman dalam format cetak blok gulungan seperti gulungan obat
tradisional Tiongkok. Sebagian besar menggambarkan pasangan heteroseksual, orang Jepang dengan alat kelamin besar yang melakukan hubungan intim. Namun,
beberapa lukisan ditemukan menggambarkan karakter Belanda atau Portugis
dan kadang-kadang makhluk non-manusia juga (seperti yang terlihat dalam Hokusai yang sekarang ikon The
Dream of the Fisheman's Wife).
Meskipun
shunga telah dilarang selama hampir 300 tahun yang lalu, ia telah
meninggalkan warisan yang tak tertandingi. Dengan melihat sekilas komik manga
paling ekstrim pada saat ini akan mengungkap pengaruh shunga terhadap seni negara
kepulauan itu. Faktanya, ekspor paling populer di Jepang, pornografi tentakel,
diperkirakan berasal dari penggambaran klasik jimat seorang wanita gurita
Hokusai.
Tapi mengapa payudara tidak di-pixelkan dalam porno Jepang?
Mungkin anda berfikir jika hukum
dan praktik budaya untuk mengekang kecabulan begitu ketat di negara itu, maka seseorang juga
akan keberatan dengan puting buah dada, bukan? Ya ... Tidak juga. Meskipun saya yakin gerakan tagar #FreeTheNipple belum benar-benar mengambil alih pornografi Jepang, tetapi negara jepang sendiri memiliki hubungan yang menarik dengan
payudara. Jawaban mengapa mereka tidak diperlakukan sebagai sesuatu yang terlarang dapat ditemukan dengan mengamati akar-akar sejarah pornografi Jepang.